Heart Chat Bubble

Rabu, 11 November 2015

PENALARAN DEDUKTIF





Nama Dosen : Drs Budi Santoso, MM
Penyusun : Asih Liana
21213436


Fakultas Ekonomi Akuntansi
Universitas Gunadarma
2015 


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.

Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.












DAFTAR ISI
Cover........................................................................................................................................1
Kata Pengantar.........................................................................................................................2
Daftar Isi...................................................................................................................................3
Bab I Pendahuluan
1.1.Latar Belakang...................................................................................................................4
1.2.Rumusan Masalah..............................................................................................................4
1.3.Tujuan  Pembahasan..........................................................................................................4
Bab II Pembahasan
2.1.Pengertian Penalaran.........................................................................................................5
2.2.Penalaran Deduktif.............................................................................................................5
Bab III Penutup
3.1.Kesimpulan.......................................................................................................................9
Bab  IV Daftar Pustaka..........................................................................................................10







BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penalaran merupakan proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akat terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.
Selain penalaran bagian dari penalaran yaitu penalaran deduktif dan induktif akan kita ketahui pada makalah ini serta sub sub dalam penalaran/berfikir deduktif maupun induktif.

1.2.Rumusan Masalah
1.   Apa pengertian penalaran itu, p
enarikan kesimpulan dalam deduktif ,dan macam-macam deduktif?
2.  Apa itu penalaran Deduktif ?

1.3 Tujuan Pembahasan
Diharapkan pembaca mengetahui pengertian dari penalaran induktif. Diharapkan juga agar pembaca dapat membedakan antara penalaran deduktif dan penalaran induktif serta mampu mengapikasikannya dalam kalimat.





BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Penalaran
          Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan  indera  (pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akat terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar .  Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
             Pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat menentukan kebenaran konklusi dari premis.
            Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan  sebagai premis bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian  pengertian.
2.2.  Penalaran Deduktif
Deduksi yang berasal dari kata de dan ducere, yang berarti proses penyimpulan pengetahuan khusus dari pengetahuan yang lebih umum atau universal. Perihal khusus tersebut secara implisit terkandung dalam yang lebih umum. Maka, deduksi merupakan proses berpikir dari pengetahuan universal ke singular atau individual
Penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Dengan demikian konteks penalaran deduktif tersebut, konsep dan teori merupakan kata kunci untuk memahami suatu gejala.
Penarikan kesimpulan deduktif dibagi menjadi dua, yaitu penarikan langsung dan tidak langsung.
  
          1.   Penarikan simpulan secara langsung
Simpulan secara langsung adalah penarikan simpulan yang ditarik dari satu premis. Premis yaitu prosisi tempat menarik simpulan.

Simpulan secara langsung:
1.      Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S. (simpulan)

Contoh: Semua manusia mempunyai rambut. (premis)
               Sebagian yang mempunyai rambut adalah manusia. (simpulan)

2.      Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu pun S adalah tak-P. (simpulan)

Contoh: Semua pistol adalah senjata berbahaya. (premis)
               Tidak satu pun pistol adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)

3.      Tidak satu pun S adalah P. (premis)
Semua S adalah tak-P. (simpulan)

Contoh: Tidak seekor pun gajah adalah jerapah. (premis)
               Semua gajah adalah bukan jerapah. (simpulan)

4.      Semua S adalah P. (premis)
Tidak satu-pun S adalah tak P. (simpulan)
Tidak satu-pun tak P adalah S. (simpulan)

Contoh: Semua kucing adalah berbulu. (premis)
               Tidak satu pun kucing adalah takberbulu. (simpulan)
               Tidak satupun yang takberbulu adalah kucing. (simpulan)

    2.       Penarikan simpulan secara tidak langsung
Untuk penarikan simpulan secara tidak langsung diperlukan dua premis sebagai data. Dari dua premis tersebut akan menghasilkan sebuah simpulan. Premis yang pertama adalah premis yang bersifat umum dan premis yang kedua adalah premis yang bersifat khusus.

Macam-macam Penalaran Deduktif yaitu:

1.      Silogisme
Silogisme adalah suatu proses penarikan kesimpulan secara deduktif. Silogisme disusun dari dua proposi (pernyataan) dan sebuah konklusi (kesimpulan). 
Penarikan ini ditarik dari dua premis. Premis pertama adalah premis yang bersifat umum, sedangkan yang kedua adalah yang bersifat khusus. Contoh : Silogisme Kategorial. Silogisme kategorial adalah silogisme yang terjadi dari tiga proposisi, yaitu :
– Premis umum : premis mayor ( My )
– Premis khusus : premis minor ( Mn )
– Premis simpulan : premis kesimpulan ( K )
Contoh silogisme kategorial :
– My : Semua mahasiswa Universitas Gunadarma memiliki KTM.
– Mn : Aini Fatimah adalah mahasiswa Universitas Gunadarma.
– K : Aini Fatimah memiliki KTM.
premis umum/mayor(PU) dan premis khusus/minor(PK).
PU : Semua A=B
PK : Semua C=A
S : Semua C=B
Contoh
PU : Semua makhluk hidup memiliki mata
PK : si Polan adalah makhluk hidup
S    : maka si Polan mempunyai mata
Beberapa jenis penalaran deduksi dengan penarikan secara tidak langsung sebagai berikut.
A.    . Silogisme Kategorial
Silogisme Kategorial adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorik. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan dengan premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor (premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).
Secara khusus silogisme kategorial dapat dibatasi sebagai suatu argumen deduktif yang mengandung suatu rangkaian yang terdiri dari tiga (dan hanya tiga) proposisi kategorial yang disusun sedemikian rupa sehingga ada tiga term yang muncul dalam rangkaian pernyataan itu.
Term predikat dari konklusi adalah term mayor dari seluruh silogime itu. Sedangkan subyek dari konklusi disebut term minor dari silogisme, sementara term yang muncul dalam kedua premis dan tidak muncul dalam kesimpulan disebut term tengah.
Contoh :
Semua mamalia binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya. Kerbau termasuk mamalia. Jadi, kerbau : binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya.
Silogisme Kategorial : Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi.
1. Premis umum : Premis Mayor (My)
2. Premis khusus remis Minor (Mn)
3. Premis simpulan : Premis Kesimpulan (K)
Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term mayor, dan predikat simpulan disebut term minor.
Aturan umum dalam silogisme kategorial sebagai
berikut:
1. Silogisme harus terdiri atas tiga term yaitu : term mayor, term minor, term penengah.
2. Silogisme terdiri atas tiga proposisi yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
3. Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
4. Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
5. Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
6. Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.
7. Bila premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus. Dari premis mayor khusus dan premis minor negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
Contoh silogisme Kategorial:
My : Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA
Mn : Badu adalah mahasiswa
K : Badu lulusan SLTA
My : Tidak ada manusia yang kekal
Mn : Socrates adalah manusia
K : Socrates tidak kekal
My : Semua mahasiswa memiliki ijazah SLTA.
Mn : Amir tidak memiliki ijazah SLTA
K : Amir bukan mahasiswa
B.     Kaidah-kaidah Silogisme Kategorial
1. Apabila dalam satu premis partikular, kesimpulan harus partikular juga, seperti:
Semua yang halal dimakan menyehatkan
Sebagian makanan tidak menyehatkan,
Jadi Sebagian makanan tidak halal dimakan
(Kesimpulan tidak boleh: Semua makanan tidak halaldimakan).
2. Apabila salah satu premis negatif, kesimpulan harus negatif juga, seperti:
Semua korupsi tidak disenangi.
Sebagian pejabat adalah korupsi, jadi
Sebagian pejabat tidak disenangi.
(Kesimpulan tidak boleh: Sebagian pejabat disenangi)
Dari dua premis yang sama-sama partikular tidak sah diambil kesimpulan. Beberapa politikus tidak jujur.
Banyak cendekiawan adalah politikus, jadi:
Banyak cendekiawan tidak jujur.
3. Dari dua premis yang sama-sama negatif, tidak mendapat kesimpulan apa pun, karena tidak ada mata rantainya hubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpul diambil bila sedikitnya salah satu premisnya positif. Kesimpulan yang ditarik dari dua premis negatif adalah tidak sah.
Kerbau bukan bunga mawar.
Kucing bukan bunga mawar
.….. (Tidak ada kesimpulan)
Tidak satu pun drama yang baik mudah dipertunjukk
Tidak satu pun drama Shakespeare mudah dipertunju
Jadi: Semua drama Shakespeare adalah baik. (Kesimpulan tidak sah)
4. Paling tidak salah satu dari term penengah haru: (mencakup). Dari dua premis yang term penengahnya tidak term menghasilkan kesimpulan yang salah, seperti:
Semua ikan berdarah dingin.
Binatang ini berdarah dingin
Jadi: Binatang ini adalah ikan.
(Padahal bisa juga binatang melata)
5. Term-predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada pada premisnya. Bila tidak, kesimpulan menjadi salah, seperti
Kerbau adalah binatang.
Kambing bukan kerbau.
Jadi: Kambing bukan binatang.
(‘Binatang’ pada konklusi merupakan term negatif sedang-kan pada premis adalah positif)
6. Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna maka kesimpulan menjadi lain, seperti:
Bulan itu bersinar di langit.
Januari adalah bulan.
Jadi: Januari bersinar di langit.
(Bulan pada premis minor adalah nama dari ukuran waktu yang panjangnya 31 hari, sedangkan pada premis mayorberarti planet yang mengelilingi bumi).
7. Silogisme harus terdiri tiga term, yaitu term subjek, predikat, dan term menengah ( middle term ), begitu juga jika terdiri dari dua atau lebih dari tiga term tidak bisa diturunkan konklusinya
2.       Entimen
Entimen adalah penalaran deduksi secara tidak langsung. Dan dapat dikatakan silogisme  premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contohnya :
-          Proses fotosintesis memerlukan sinar matahari
Pada malam hari tidak ada sinar matahari
Pada malam hari tidak mungkin ada proses fotosintesis.

-          Semua ilmuwan adalah orang cerdas
Anto adalah seorang ilmuwan.
Jadi, Anto adalah orang cerdas.

Jadi, dengan demikian silogisme dapat dijadikan entimen. Sebaliknya, entimen   juga dapat dijadikan             silogisme.



BAB III
PENUTUP
Dari hasil makalah tentang penalaran dan macam-macam jenis penalaran deduktif, maka dapat disimpulkan bahwa banyak sekali yang dapat kita pelajari dari penalaran tersebut.  
Penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Selasa, 21 April 2015

Rangkuman Hukum Perikatan,Hukum Perjanjian Dan Hukum Dagang

BAB.IV
HUKUM PERIKATAN
1.1 Hukum Perikatan
Hukum perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.Di dalam hukum perikatan setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harushalal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.

1.2  Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :

a.   Perikatan yang timbul dari persetujuan ( perjanjian )
b.   Perikatan yang timbul dari undang-undang
c.   Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum   ( onrechtmatige daad ) dan perwakilan sukarela ( zaakwaarneming )

Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
a.    Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata ) : Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang.
b.     Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata ) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
c.    Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.

1.3  Asas –Asas Dalam Hukum Perjanjian
a.    Asas kebebasan berkontrak
Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun yang belum diatur dalam undang-undang.
Asas kebebasab berkontrak merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
1.     Membuat atau tidak membuat perjanjian;
2.     Mengadakan perjanjian dengan siapa pun;
3.     Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya;
4.     Menentukan bentuk perjanjiannya apakah tertulis atau lisan.

b.    Asas Konsesualisme
Asas ini merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataanyang dibuat oleh kedua belah pihak.
c.    Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian.
d.    Asas Itikad Baik (Good Faith)
Asas ini merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh maupun kemauan baik dari para pihak.
e.    Asas Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangansaja.
1.4 Wanprestasi dan Akibatnya
Wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.
Ada empat kategori dari wanprestasi, yaitu :
Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya
a.      Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
b.    Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat
c.    Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Akibat-akibat wanprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wanprestasi, dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu :
a.      Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur ( ganti rugi )
b.      Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian.
c.      Peralihan resiko.


BAB.V

HUKUM  PERJANJIAN

1.1 Pengertian Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain/lebih (Pasal 1313 BW). Pengertian
perjanjian ini mengandung unsur :
a.       Perbuatan,
b.      Satu orang atau lebih , Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocok/pas satu sama lain.
c.       Mengikatkan dirinya,

1.2 Syarat sahnya Perjanjian
Agar suatu Perjanjian dapat menjadi sah dan mengikat para pihak, perjanjian
harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320 BW
yaitu :



a.    sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
adanya kekhilafan mengenai hakekat barang yang menjadi pokok persetujuan atau kekhilafan mengenai diri pihak lawannya dalam persetujuan yang dibuat terutama mengingat dirinya orang tersebut.
b.   cakap untuk membuat perikatan;
Para pihak mampu membuat suatu perjajian karena prerilaku yang tidak stabil dan bukan orang-orang yang dalam undang-undang dilarangmembuat suatu perjanjian.
c.   suatu hal tertentu;
Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum.

Akibat dari ketiga syarat sah tersebut dapat terjadi jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat.
a)    Pasal 1331 (1) KUH Perdata:
Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Apabila perjanjian yang dilakukan obyek/perihalnya tidak ada atau tidak
didasari pada itikad yang baik, maka dengan sendirinya perjanjian tersebut batal demi hukum. Dalam kondisi ini perjanjian dianggap tidak pernah ada, dan lebih lanjut para pihak tidak memiliki dasar penuntutan di depan hakim. Sedangkan untuk perjanjian yang tidak memenuhi unsur subyektif seperti perjanjian dibawah paksaan dan atau terdapat pihak dibawah umur atau dibawah pengawasan, maka perjanjian ini dapat dimintakan pembatalan
(kepada hakim) oleh pihak yang tidak mampu termasuk wali atau pengampunya. Dengan kata lain, apabila tidak dimintakan pembatalan maka perjanjian tersebut tetap mengikat para pihak.
b)    Pedoman penting dalam menafsirkan suatu perjanjian:

·                Jika kata-kata dalam perjanjian jelas, maka tidak diperkenankanmenyimpangkan dengan penafsiran
·                Jika mengandung banyak penafsiran, maka harus diselidiki maksudperjanjian oleh kedua pihak, dari pada memegang teguh arti katakata
·                Jika janji berisi dua pengertian, maka harus dipilih pengertian yangmemungkinkan janji dilaksanakan
·                Jika kata-kata mengandung dua pengertian, maka dipilih pengertian yang selaras dengan sifat perjanjian
·                Apa yang meragukan, harus ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan
·                Tiap janji harus ditafsirkan dalam rangka perjanjian seluruhnya

1.3 Berakhirnya Perjanjian
1.    Perjanjian berakhir karena :
a. ditentukan oleh para pihak berlaku untuk waktu tertentu;
b. undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian
c. para pihak atau undang-undang menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa
d. tertentu maka persetujuan akan hapus.

Peristiwa tertentu yang dimaksud adalah keadaan memaksa (overmacht) yang diatur
dalam Pasal 1244 dan 1245 KUH Perdata. Keadaan memaksa adalah suatu keadaan
dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur yang disebabkan
adanya kejadian yang berada di luar kekuasaannya.



2.    Akibat keadaan memaksa absolut (force majeur) :
a. debitur tidak perlu membayar ganti rugi (Pasal 1244 KUH Perdata);
b. kreditur tidak berhak atas pemenuhan prestasi, tetapi sekaligus demi hukum bebas
dari kewajibannya untuk menyerahkan kontra prestasi, kecuali untuk yang disebut.
c. Keadaan memaksa ini tidak
mengakibatkan beban resiko apapun, hanya masalah waktu pelaksanaan hak dan
kewajiban kreditur dan debitur.
d. pernyataan menghentikan persetujuan (opzegging) yang dapat dilakukan oleh kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak pada perjanjian yang bersifat ementara misalnya perjanjian kerja;
e. putusan hakim;
f. tujuan perjanjian telah tercapai;
g. dengan persetujuan para pihak (herroeping).

1.4  Akibat perjanjian
1)    Bagi negara pihak :
Pasal 26 Konvensi Wina menyatakan bahwa tiap-tiap perjanjian yang berlakumengikat negara-negara pihak dan harus dilaksanakan dengan itikad baik atauin good faith.
2)    Bagi negara lain :
 Berbeda dengan perjanjian dalam lapangan hukum privat yang tidak boleh menimbulkan hak dan kewajiban bagi pihak ketiga, perjanjian internasional dapat menimbulkan akibat bagi pihak ketiga atas persetujuan mereka, dapat memberikan hak kepada negara-negara ketiga atau mempunyai akibat pada negara ketiga tanpa persetujuan negara tersebut


BAB.VI

HUKUM DAGANG


1.1  Pengertian Hukum Dagang
Hukum dagang merupakan aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lain nya, khususnya dalam perniagaan. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus. Ada beberapa hal yang di aturdalam KUH Pendata diatur juga dalam KUHD. Jika demikian adanya, ketentuan-ketentuan dalam KUHD itulah yang akan berlaku. Dalam hubungan dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogan lex generalis (hukum khusus menghapus hukum umum). Hubungan Hak Dagang dan Hak pendeta adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat.
Berikut beberapa pengertian dari hukum Pendata:
a.    Hukum pendata I adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang lain.
b.    Hukum pendata II adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingan nya
c.    Hukum pendata III ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
Hukum dagang di indonesia teutama bersumber pada  :
1)    Hukum tertulis yang di kofifikasikan
2)    Berlakunya hak dagang
Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah dimulai sejak abad pertengahan eropa. Tetapi pada saat itu hukum Romawi tidak dapat menyelesaikan perkara dalam perdagngan, maka dibuatlah hukum baru disamping hukum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16& ke-17.
3)    Hubungan Pengusaha Dengan Pegawainya
Di dalam menjalankan kegiatan usaha, seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usaha seorang diri. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan usahanya.
4)    3)
1.2  Hubungan Antara Pengusaha dan Pembantu-pembantunya
Pengusaha adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh melakukan perusahaannya. Seorang yang menjalankan suatu perusahaan, terutama perusahaan yang besar, biasanya tidak dapat bekerja seorang diri, dalam melaksanakan perusahaannya ia perlu bantuan orang-orang yang bekerja padanya sebagai bawahannya maupun orang yang berdiri sendiri dan mempunyai perusahaan sendiri dan mempunya perhubungan tetap maupun tidak tetap dengan dia

Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
1.     Membantu didalam perusahaan
Yaitu mempunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi ( hubungan atas dan bawah sehingga berlaku suatu perjanjian perburuhan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokurasi, pemimpin filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan
2.    Membantu diluar perusahaan
Pengusaha-pengusaha kebanyakan tidak lagi berusaha seorang diri, melainkan bersatu dalam persekutuan-persekutuan atau perseroan-perseroan yang menempati gedung-gedung untuk kantornya dengan sedikit atau banyak pegawai. Kemudian dibedakanlah antara perusahaan kecil, sedang dan besar. Pada tiap-tiap toko dapat dilihat aneka warna pekerja-pekerja seperti para penjual, penerima uang, pengepak, pembungkus barang-barang, dan sebagaiinya. Dan kesemuanya tersebut telah ada pembagian pekerjaan, sebab seorang tidak dapa melaksanakan seluruh pekerjaan.
Dalam menjalankan perusahannya pengusaha dapat:
·         Melakukan sendiri, Bentuk perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaandilakukan sendiri, merupakan perusahaan perseorangan.

·         Dibantu oleh orang lain, Pengusaha turut serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan merupakan perusahaan besar.

·         Menyuruh orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak ikut serta dalam melakukan perusahaan, Hanya memiliki satu kedudukan sebagai seorang pengusaha dan merupakan perusahaan besar

1.3 Hubungan hukum yang terjadi diantara pembantu dan pengusahanya, yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat :
·         Hubungan perburuhan, sesuai pasal 1601 a KUH Perdata
·         Hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata
·         Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata


 I.4        Kewajiban Pengusaha
Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan.
Menurut undang-undang, ada 2 macam kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha yaitu ;
a.    Membuat pembukuan
b.    Mendaftarkan perusahaannya
Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan, yaitu :
·         membuat pembukuan ( sesuai dengan Pasal 6 KUHP Dagang Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang dokumen perusahaan ), dan
di dalam pasal 2 undang-undang nomor 8 tahun 1997 yang dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari dokumen keuangan dan dokumen lainnya.
·         dokumen keuangan terdiri dari catatan ( neraca tahunan, perhitungan laba, rekening, jurnal transaksi harian )
·         dokumen lainnya terdiri dari data setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung denagn dokumen keuangan.
Sumber :